Sudah
sangat lumrah pernikahan diakhiri dengan perceraian. Hal ini sangat dimudahkan
lantaran hak antar individu menjadi landasan utamanya. Meski setiap agama
memiliki pemikiran yang sama terhadap perceraian yaitu melarang atau
menghindari tetap saja hak adalah segalanya ditangan manusia.
Banyak
hal yang dapat menyebabkan perceraian, akan tetapi ada 3 penyebab terbesar
terjadinya perceraian. Apa sajakah itu? Berikut penjelasannya.
Banyak
anak muda mudi yang memutuskan untuk menikah mudah. Dengan bekal penasaran,
mereka mampu mengucapkan janji suci. Dikatakan penasaran karena secara biologis
manusia akan selalu ingin memenuhi kebutuhan fisiologinya. Terutama dalam hal
seks, dengan cara dan pola interaksi pacaran era sekarang yang kebanyakan seks
adalah nomer satu membuat mereka super penasaran ingin melakukan hubungan
intim.
Sehingga
ada beberapa kasus untuk meluapkan keinginannya yaitu
-
Ada beberapa pasangan yang berani hub intim meski belum menikah
Resiko
besar harus ditanggung jika melakukan hub intim sebelum menikah. Meski begitu,
mereka berani menikmatinya dengan dalil “hamil akan di nikahi” atau “hamil bisa
digugurkan”. Karena ini membahas pernikahan, maka kami akan mengambil sample
hamil akan di nikahi.
Dengan
tekat seperti itu, maka wanitapun akan malu-malu kucing untuk menolaknya.
Sehingga akan terjadi hub tersebut. Merasakan kenyamanan hub intim akan terus
menguasai pemikirannya hingga terjadi kehamilan. Karena komitmen untuk menikahi
meski hamil, sehingga dinikahilah wanita hamil tersebut.
-
Ada yang ingin melakukan hub intim dengan memutuskan untuk menikahinya terlebih
dahulu
Karena
keinginan besarnya, sejumlah pasangan berani mengucapkan janji suci. Kebanyakan
mereka beralibi “nikah dulu baru pacaran”. Dari kata tersebut sudah menunjukkan
tujuan utamanya adalah seks. Dikatakan sedemikian lantaran pacaran hanyalah
bersifat kepuasan seks.
Namun
pada kasus ini, sudah terbilang aman dari semua cibiran atau apapun, karena
mereka menikah terlebih dahulu dan melakukan hub intim.
-
Ada yang ingin hub intim dengan mendatangi lokalisasi
Cara
mudah dan aman merasakan hub intim adalah mendatangi lokalisasi. Dengan alibi
aman dari kata hamil. Banyak orang yang meluapkan aura seksnya terhadap
pelacur. Pandangan ini diperkuat karena rasa tanggung jawab terhadap pelacur
sudah tidak ada lantaran adanya sejumlah mahar untuk si pelacur. Sehingga hamil
atau apapun itu sudah bukan menjadi tanggung jawabnya.
Dari
sekian kasus di atas rasa keingin tahuan untuk melakukan hub intim akan
melahirkan suatu permasalahan baru dalam menjalani rumah tangga. Sebab,
landasan pernikahan mereka adalah seks. Tanpa memikirkan apakah itu rumah
tangga dan bagaimana seharusnya dalam berumah tangga.
Dengan
fenomena kasus di atas juga melahirkan pemikiran instan terhadap orang tua.
Biasanya alibi orang tua “ketimbang melakukan pacaran sampai melakukan
persetubuhan mending dinikahkan”. Dinikahkan inilah juga memancing besarnya
persidangan perceraian. Sebab rasa takut orang tua terhadap anaknya yang tidak
ingin melakukan persetubuhan sebelum menikah akan mengarah ke perjodohan.
Banyak
kasus perceraian di Indonesia. Bahkan kasus perceraian selalu meningkat
signifikan setiap tahun. Data ini dapat Anda lihat di media online atau data
Kemenag.
Dalam
membina rumah tangga harus siap dengan situasinya. Namanya saja rumah tangga, 2
kata “rumah” “tangga” yang memiliki makna tersirat. Ibaratnya adalah rumah
tersebut akan dibawah kebeberapa tingkatan anak tangga. Seperti yang kita
ketahui setiap tangga ada tantangan tersendiri. Semakin meninggi semakin cepat
pula nafas kita terkuras. Artinya setiap menjalani rumah tangga akan menguras
tenaga dan pikiran.
Sebab
ada naik ada turun dalam urusan rumah tangga. Ketika naik maka cobaan juga
naik. Begitu juga ketika menurun cobaanpun juga akan diterima. Kenapa? Karena
urusan rumah tangga akan selalu berhadapaan dengan masalah. Sekuat apapun
pondasi (sukses harta) selalu ada masalah baik selingkuh karena mentang-mentang
sukses harta ataupun keinginan menikah lagi dll. Begitupula ketika turun
(bobroknya ekonomi) akan selalu merasakan permasalahan seperti cek cok dll.
Dari
alasan di atas, yang menjadi pertanyaannya adalah sependek itukah melakukan
perceraian?
Manusia
memiliki pemikiran yang dapat disetel sesuai kondisi. Akan tetapi, berkaitan
dengan pernikahan pemikiran pendek ini dapat berakibat fatal. Pemikiran pendek
ini dapat muncul jika suatu kondisi dirasa akan menguntungkan bagi dirinya. Apalagi
dengan kesuksesan karir, akan semakin tinggi pemikiran pendek tersebut. Dan
biasanya rata-rata kondisi dengan pemikiran pendek untuk bercerai dialami oleh
pria ketika karirnya mininggi karena dia berfikir “sudah sukses ceraipun akan
mudah mencari penggantinya” dan untuk wanita
ketika merasakan ekonomi yang menurun drastis.
Banyak
faktor yang melatar belakangi kurangnya percaya diri membina rumah tangga salah
satunya seperti mengandalkan kondisi orang tua. Biasanya awal pernikahan selalu
berada pada titik itu. Dimana setiap pasangan akan selalu dimanjakan oleh orang
tua kecuali pasangan tersebut sudah gagah dalam hal finansial. Akan tetapi, kebanyakan
di Indonesia orang tua selalu memberikan rasa kasihan terhadap putra atau
putrinya. Hal ini dilakukan lantaran mereka (para orang tua) sudah mengetahui
pahitnya rumah tangga sehingga dikawatirkan pasangan pengantin yang masih baru
tidak dapat menghadapinya. Sehingga mereka akan dibantu secara finansial.
Dari
kebiasaan ini, karena orang Indonesia terkenal dengan cara isntannya maka
tradisi tersebut akan langsung dijadikan kebiasaan hingga tidak memiliki rasa
keinginan untuk mandiri. Rasa itu akan tumbuh jika bala bantuan finansial sudah
terputus, terlebih jika orang tuanya meninggal dunia. Maka mereka akan berupaya
berjuang. Namun tak semulus itu, kebanyakan mereka akan terkejut dan merasakan
perbedaan yang signifikan setelah ia benar-benar menjalani hidup berumah
tangga.
Kondisi ini akan
memancing keributan besar, karena kebiasaan nyaman tentram dari bantuan orang
tua berbalik untuk berjuang sendiri. Jika sudah begitu, dapat dipastikan akan
membuka celah dalam pertikaian besar untuk mengakhiri pernikahannya dengan
alasan ekonomi yang kurang mewadahi.
No comments:
Post a Comment